Jumat, 29 Mei 2015

Sebuah Refleksi dan Pengingatan Kembali “Makna Kebangkitan Nasional”

Tanggal duapuluh Mei, hari dimana organisasi Budi Utomo yang digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo lahir. Ditengah-tengah zaman penjajahan Belanda pada saat itu, para sekumpulan dokter yang notabenenya adalah masyarakat terdidik merasa perlu untuk membuat suatu dobrakan yang mengubahkan bangsa. Untuk pertama kalinya terbentuklah suatu organisasi yang bercita rasa nasionalisme dan memiliki tujuan untuk kemerdekaan Indonesia. Sekitar duapuluh tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928, tecetuslah ikrar sumpah pemuda yang begitu membakar semangat serta rasa persatuan sebagai suatu bangsa seutuhnya, bangsa Indonesia. Suatu lompatan besar yang dilakukan Dr. Sutomo dan kawan-kawan pada tahun 1908 telah menginspirasi rakyat indonesia, dan membukakan mata yang pada saat sudah terlalu dalam dininabobokan oleh penjajah Belanda. Hampir hilang kreativitas, inisiatif serta rasa kemandirian sebagai suatu bangsa yang sejati, karena sudah tiga abad lamanya suatu bangsa besar hidup dibawah bayang-bayang kolonialisme dan imperialisme yang mengakibatkan terbentuknya mental budak, pesuruh dan pekerja robot.  Suatu lompatan besar yang dilakukan Budi Utomo seperti menampar kalangan intelektual lainnya di Indonesia pada saat itu, mengingatkan bahwa sebenarnya merekapun juga memiliki beban tanggungjawab sama yang harus dipikul dengan orang-orang yang berperang mengangkat senjata dan bergerilya di hutan-hutan. Bahwa selama ini perjuangan hanya dilakukan melalui jalan kekerasan, perang konvensional, saling bunuh dan menghancurkan tidak pernah melalui jalur diplomasi yang rapi dan tersusun secara sistematis. Baru setelah kemunculan Budi Utomo lahirlah organisasi-organisasi yang bergerak di bidang politik serta bercita rasa nasionalis seperti indische partij, muhammadiyah,  sarekat dagang islam dan sebagainya. Kemerdekaan yang Indonesia dapatkan pada 17 Agustus 1945 pun dideklarasikan dengan elegan oleh dwi tunggal Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta dengan pidato politis yang mengklaim kemerdekaan Indonesia secara defacto dan menunjukkan bahwa Indonesia sebagai suatu bangsa yang intelek serta berpendidikan, semuanya dimulai dari 20 Mei 1908, hari dimana untuk pertama kalinya perjuangan secara diplomatis dimulai. Maka tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. Suatu pergerakan yang digagas oleh kaum intelektualis yang sadar akan tanggungjawab seiring dengan kapabilitas yang dimilikinya.

Nasionalisme merupakan suatu –isme (paham) yang mengajarkan untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Mencintai disini artinya berani dan mau berkorban demi kepentingan bangsa, atau lebih ekstrim lagi dapat dikatakan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi. Di era globalisasi dan arus modernisasi yang semakin kuat seperti sekarang ini sepertinya kata nasionalisme hampir hilang dari kamus anak muda masa kini. Semua bidang seperti sudah dikuasai oleh hal-hal yang berasal dari luar negeri. Pandangan kita seperti didoktrin agar selalu menganggap bahwa semua hal yang berasal dari luar negeri itu selalu lebih superior. Buktinya coba kita tengok sekarang apa yang sedang anda pakai, musik apa yang anda dengar, film apa yang anda tonton, makanan apa yang anda makan, gadget apa yang anda gunakan, barang-barang elektronik yang anda miliki, tujuan destinasi wisata anda ketika memiliki uang yang berlebih, tempat anda ingin bekerja dengan gelar S3 yang mungkin nanti anda peroleh? Tidak salah memang, namun rasanya nasionalisme hanyalah menjadi sebatas kata, dengan semua relita yang kita jalani, tidak lebih. Mudah untuk diucapkan tetapi sangat sukar dilakukan dalam prakteknya. Memang bukanlah suatu tindakan kriminal jika anda sebagai orang Indonesia tidak memiliki rasa nasionalisme, atau anda lebih suka dengan budaya-budaya barat, timur tengah, asia timur atau apapun itu yang menurut pendapat anda jauh lebih menarik untuk dijadikan gaya hidup dengan catatan selama anda tidak melakukan suatu hal yang merugikan bangsa, namun apakah anda tidak memiliki kerinduan untuk berbuat sesuatu terhadap ibu pertiwi yang telah merawat anda selama ini? Bukankah sama saja ketika anda tidak memiliki rasa nasionalisme dan lebih menghargai segala sesutu yang dari luar itu artinya anda telah mengkhianati negara anda? Apalagi kalau sampai anda tidak berbuat apa-apa mengenai hal ini, bukankah anda sama saja dengan seorang anak yang durhaka terhadap kedua orang  tuanya?
Apalagi sebagai seorang mahasiswa, kaum intelek yang dibebani dengan pengetahuan serta kapabilitas diatas masyarakat rata-rata pada umumnya, maka sudah barang tentu memiliki solusi atas permasalahan ini. Sesuai dengan bidangnya masing-masing. Namun apa sebenarnya yang dapat kita lakukan berkaitan dengan masalah nasionalisme?  Bagaimana kalau kita mulai memahaminya dengan seperti ini. Jika kita setia pada perkara-perkara kecil, maka kita pun akan setia juga pada perkara-perkara yang besar. Maka mulailah dari hal-hal kecil terlebih dahulu. Sebelum kita berdemo dan turun ke jalan, apakah kita telah berkaca dulu sebelumnya? Bagaimana perkuliahan kita? IPK kita? Apakah kita masih mencontek? Menitip absen ketika tidak mengikuti perkuliahan? Sudah berap lama kita berkuliah? Bagaimana pola hidup kita? Apakah kita seorang perokok? Pemabuk? Pecandu pornografi? Atau seseorang dengan pola hidup yang tidak teratur? Hedonis? Boros? Bagaimana dengan penampilan kita? Pakaian yang kita pakai? Mode yang kita ikuti dengan uang orangtua kita atau dari beasiswa yang kita perjuangkan, padahal kita sebenarnya tidak terlalu membutuhkannya, sementara bayak orang diluar sana yang lebih membutuhkan dan kita hanya menyimpan informasinya untuk diri kita sendiri? Tidak mau berbagi dan bersikap egosentris? Bagaimana kita mau berbicara mengenai nasionalisme ketika kita masih menganggap bahwa diri kita adalah pusat dari segala sesuatu?! Apalagi kalau kita sudah menganggap semua hal itu adalah hal yang biasa saja dan terlena seperti yang terjadi pada bangsa kita sendiri ketika dijajah oleh kaum kolonialis. Seperti dulu ketika di Jalan Braga Bandung konon katanya ada tertulis plang Verboden voor honden en Inlander yang artinya terlarang bagi anjing dan pribumi. Itu berlangsung lama tanpa ada perlawanan yang berarti, semuanya biasa saja.


Apakah kita sedang terlena sekarang? Dan digiring menjadi suatu bangsa dengan gaya hidup konsumerisme? Atau obyek bagi bangsa-bangsa lain untuk menularkan ideologinya yang akhirnya memecah belah bangsa lalu memunculkan gerakan-gerakan radikal tanpa dasar yang jelas akhirnya menghancurkan Indonesia dari dalam seperti yang dilakukan penjajah pada jaman dulu, cara lama namun terbukti masih ampuh: devide et impera. Merobek tubuh dari dalam. Maka kesadaran dari diri sendirilah yang harus kita bangun, sebelum berbicara mengenai kebangkitan bangsa mulailah dulu dari kebangkitan pribadi, berubah menurut pembaharuan budi. Semakin terdidik kita, maka semakin bijak pula kita dalam menangani setiap permasalahan yang ada, bukannya semakin semena-mena. Pada akhirnya mulailah semua dari diri sendiri, dari hal-hal yang paling kita anggap sepele, tidak usah kebanyakan excuse. Hidup mahasiswa, jayalah Indonesia!!

Selasa, 03 Maret 2015

KPK dan Polri

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah lembaga negara yang menangani kasus-kasus korupsi. Dasar hukumnya tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002. Lembaga ini bersifat independen dan tidak secara langsung dibawah pengaruh kekuasaan manapun dalam menjalankan tugasnya. Namun secara berkala KPK bertanggungjawab menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK. Sejak tahun 2002 KPK didirikan, sudah banyak kasus-kasus besar yang cukup mengguncang dunia perpolitikan di Indonesia, mulai dari kasus Bank Century yang melibatkan kepolisian hingga kasus Hambalang yang melibatkan partai politik. Sampai pernah beredar pula istlah “Cicak vs Buaya” yang dilontarkan oleh pernyataan Susno yang berbunyi “Ibaratnya di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya”. Ketika itu sedang nyaring terdengar isu meng-kriminalisasi KPK,sampai pada akhirnya Susno Duaji dijebloskan ke penjara, namun ketua KPK pada saat itu, Antasari Azhar juga dijebloskan ke penjara dengan tuduhan kasus pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen dengan dibumbui –entah dari mana isunya mulai bergulir tentang hubungan Antasari terhadap seorang caddy golf bernaa Rani Juliani. Hal ini sebenarnya hanya membuat suasana menjadi terkesan kusut dan semrawut, sehingga pesan yang diterima oleh masyarakat awam adalah bahwa Antasari orang jahat yang membunuh Nasrudin dan juga tukang main wanita. Padahal sampai sekarangpun Antasari masih membantahnya dan menggugat untuk diadakannya pra peradilan. Banyak pertanyaan yang meragukan seperti baju korban yang tidak dijadikan barang bukti penyelidikan, keaslian sms yang diterima oleh korban yang menjadi alat bukti dan masihbanyak yang lainnya.

Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Garda Rakyat Indonesia melakukan aksi di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (20/1/2015). Dalam aksinya mereka menuntut institusi KPK dan Polri bebas dari kepentingan politik. Foto: Antara.
Beberapa waktu kemarin juga muncul masalah antara pihak KPK dan kepolisian, tepatnya pada tanggal 13 Januari 2015 ketika KPK mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi saat ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan Komjen BG sejak lama sudah mendapatkan catatan merah dari KPK (dikutip dari bbc.co.uk). dimana tiga hari sebelumnya Presiden Joko Widodo memilih Budi Gunawan sebagai kandidat tunggal Kapolri menggantikan Sutarman. Entah bagaimana ceritanya setelah itu, namun yang jelas kubu KPK langsung seperti diserang habis-habisan, mulai dari isu seperti beredarnya foto-foto mesra Ketua KPK Abraham Samad dengan Putri Indonesia 2014 Elvira Devinamira, serta penngkapan wakil ketua KPK Bambang Widjojanto dengan tuduhan memerintahkan saksi sengketa pilkada Kotawaringin Barat bersumpah palsu. Ternyata gempuran terhadap KPK masih belum sampai disitu, pada tanggal 26 Januari 2015 Wakil Ketua KPK Zulkarnaen dilaporkan ke Mabes Polri dengan tuduhan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM). Presiden sampai turun tangan dalam ketegangan KPK-Polri sehingga dibentuklah tim 9 untuk mencarikan solusi masalah KPK-Polri. Pada akhirnya tim 9 mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk mencabut pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Namun tidak lama setelah itu pada tanggal 18 Februari 2015 Mjelis Hakim PN Jakarta Selatan menyatakan bahwa penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka tidak sah, dan tidak mengikat secara hukum.

Presiden Indonesia Joko Widodo. Tempo/Aditia Noviansyah

Sekarang keputusan ada di tangan Presiden, apakah akan tetap melantik Budi Gunawan atau mencari kandidat lain sebagai gantinya. Yang jelas, dapat kita lihat sekarang bahwa menegakkan keadilan di negeri yang sudah lama terbiasa dengan budaya yang tidak baik, itu bukanlah suatu hal yang mudah, entah siapa yang benar atau siapa yang salah tidak dapat dengan mudah langsung kita ambil sikap, karena semuanya dipenuhi oleh nuansa politis dan konflik kepentingan, bisa jadi yang selama ini kita anggap benar ternyata tidak sepenuhnya benar, dan jangan sampai terjadi, lembaga yang kita percayai selama ini sebagai pahlawan, ternyata berkhianat, atau ada upaya menjatuhkan citranya dimata masyarakat, sehingga pada akhirnya tidak ada lagi yang dapat benar-benar dipercaya, masyarakat menjadi apatis terhadap apapun yang terjadi, entah baik atau buruk.


Jumat, 18 Juli 2014

Kontroversi Tugas, Kepentingan dan Kebenaran

Awal bulan November ini kita kembali dikejutkan oleh munculnya isu penyadapan yang katanya dilakukan oleh Amerika dan Australia kepada Indonesia. Untuk mengetahui akar permasalahannya secara jelas agar tidak menimbulkan kerancuan dan kebingungan dalam berpendapat, mari kita lihat asal muasal dari kasus ini.
Berita ini sebenarnya dimulai dari bocornya dokumen National Security Agency (NSA) ke salah satu majalah di Jerman Der Spiegel, yang isinya bahwa amerika menyadap sejumlah negara-negara di Uni Eropa seperti Jerman, sampai ke negara-negara di Asia termasuk Indonesia didalamnya. Dokumen dengan nama sandi “stateroom”  ini dibocorkan  oleh Edward Snowden, mantan anggota badan intelejen Amerika (CIA), juga mantan kontraktor yang pernah bekerjasama dengan badan intelejen lainnya, NSA. Dalam dokumen disebutkan penyadapan Amerika di Jakarta menggunakan fasilitas kedutaan besar Australia.
Kasus penyadapan ini tentunya sangat mencoreng kedua negara yang bersangkutan, baik yang menyadap maupun yang disadap. Untuk Amerika sendiri, yang katanya adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi ternyata dengan rendahnya mengobok-obok kedaulatan bangsa lain, menyadap pembicaraan dan sebagainya, tentunya sangat tidak mencerminkan sebagai suatu negara yang berwibawa, tidak beretika dan tidak menghargai kedaulatan atau demokrasi itu sendiri. Sedangkan bagi negara-negara yang disadap terlihat begitu lemahnya pengamanan arus komunikasi itu berjalan, serta ketidakmampuan negara untuk melindungi masyarakatnya, bahkan dalam hal ini melindungi kedaulatan negaranya sendiri.

Edward Snowden, yang adalah warga negara Amerika, yang di negaranya sendiri saja oleh pemerintahnya dianggap sebagai penghianat, sehingga patut untuk diberi hukuman, namun tidak sedikit juga warga negara Amerika yang memberikan dukungan kepada Snowden atas keberaniannya mengungkap konspirasi yang dilakukan negaranya, dalam hal ini berkaitan dengan penyadapan yang dilakukan oleh Amerika kepada beberapa negara. Namun satu hal yang dapat kita ambil pelajaran dari Snowden, bahwa ketika Ia harus memilih antara kepentingan negaranya atau kebenaran, maka ia memilih untuk membuka kebenaran itu, sehingga tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai pahlawan. Setiap negara tidak dapat dipungkiri pasti memiliki rahasia-rahasianya tersendiri, kesalahan-kesalahan, ibaratnya adalah sisi hitam suatu negara yang mutlak tidak boleh sampai bocor kepada ruang publik,  dan mau tidak mau harus ada orang-orang yang bekerja untuk melakukan “pekerjaan-pekerjaan kotor” tersebut. Tidak ada satu negara di dunia ini yang tidak memiliki lembaga intelejen, semua negara pasti memilikinya, dan lembaga inilah yang bertanggungjawab untuk menjaga hal-hal yang penting, bersifat rahasia, tidak boleh diketahui oleh ruang publik dan adalah harga mati untuk melindungi kedaulatan negara dengan cara apapun!

Profesionalisme, sikap mental serta idealisme yang harus dipegang ketika mengemban tugas tersebut bisa saja suatu ketika menjadi bersinggungan, bahkan bertentangan, seperti apa yang dialami oleh Snowden, misalnya. Ia  dituntut untuk memilih, dan ia memilih untuk mengkhianati negaranya.
Kalau di negaranya Amerika, Snowden dianggap sebagai pengkhianat, maka lain lagi di Indonesia, bahkan ada komentar-komentar dari pejabat pemerintah yang mengatakan akan memberikan karpet merah jika Snowden mau datang ke Indonesia untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan jelas dan gamblang.
Berkaitan dengan penyadapan Amerika dan Australia, pemerintah Indonesia harus mengambil sikap yang tegas. Kalau mereka menyadap, artinya tidak ada lagi rasa saling percaya antara kedua belah pihak, dan kesimpulannya adalah tidak ada gunanya itu ada Duta besar yang seharusnya menjadi penyambung lidah antara keduabelah pihak malahan melakukan spionase.



Kalau dilihat dari sudut pandang politik praktis dan peraturan undang-undang yang berlaku, pengusiran duta besar bisa saja dilakukan tanpa harus melakukan pemutusan hubungan diplomatik antara keduabelah pihak. Jadi sah-sah saja kalau hal ini dilakukan, sampai adanya pernyataan, klarifikasi serta sikap dari pihak yang melakukan tindak kriminal penyadapan tersebut.   



Selasa, 06 Agustus 2013

Bangga Indonesia


Memang kalau kita perhatikan baik-baik. Hampir semua barang yang kita konsumsi untuk memenuhi kebutuhan kita sehari - hari adalah bukan murni produk yang berasal dari perusahaan milik dalam negeri. Teh Sariwangi, Sabun lifebuoy, sikat dan pasta gigi pepsodent, shampoo sunsilk, yang semuanya ini adalah produk Unilever, produsen kebutuhan rumah tangga yang berasal dari kota Rotterdam, Belanda. Mau nonton TV, pakai AC, semua barang-barang elektronik adalah hasil produksi Jepang, China, Korea dan Eropa. Mau bepergian kemana-mana lagi-lagi juga naik kendaraan buatan Jepang, China, Korea dan Eropa. Baju yang kita pakai seakan-akan menjadi lebih memiliki prestise bila itu adalah buatan luar negeri, begitu juga dengan celana, tas, sepatu, serta barang-barang sandang lainnya.

Kita serasa dibuat lupa oleh apa yang sedang terjadi, bahwa hampir semua barang yang ada di sekitar kita adalah produksi perusahaan luar negeri, dan lebih parahnya lagi, kita selaku konsumen seringkali merasa bangga dan merasa lebih hebat kalau menggunakan barang-barang yang diimport dari luar negeri. Kepercayaan kita selaku konsumen juga semakin menurun dengan kualitas barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan dalam negeri, karena mainset kita sebagai konsumen telah digiring melalui proses yang tidak sebentar serta terus menerus untuk menganggap bahwa barang yang berasal dari luar negeri adalah lebih baik.

Mari sebelum kita berpersepsi lebih jauh, kita lihat juga kepada sektor - sektor bisnis yang mana kita sebagai tuan rumah tidak lagi menjadi “tuan” di “rumahnya” sendiri. Di bidang pertambangan, pengelolaan hulu minyak bumi dan gas (MIGAS) 75% proyek yang tiap tahunnya menghabiskan dana anggaran sebesar Rp. 200 triliyun dikerjakan oleh pihak asing, sedangkan di sektor kontruksi pembangunan infrastruktur di Indonesia, 60%nya dikuasai oleh asing yang didominasi oleh jasa kotraktor dari Jepang, Korea dan China sebanyak 187 kontraktor dari 225 kontraktor asing. Jangankan kita berbicara masalah pertambangan atau kontruksi, bahkan air yang kita minum sehari-hari saja berasal dari perusahaan luar negeri (Aqua, yang walaupun airnya diambil dari mata air pegunungan di Indonesia, namun 74% sahamnya dimiliki oleh Danone, perusahaan asal Prancis) Jadi, apa artinya? Artinya Sumberdaya alam kita yang katanya melimpah itu sebenarnya sedang dikeruk oleh pihak asing, dan kita hanya dijadikan sebagai sasaran empuk pasar bagi semua produk yang disebutkan dari awal tadi.

 Kunci dari semuanya itu adalah rasa memiliki, niat serta tekad yang bulat, dan rasa tanggungjawab terhadap perkembangan dan masa depan bisnis dan perekonomian Indonesia. Pemerintah tentunya juga mengambil andil yang besar dalam mendukung segala bentuk kegiatan bisnis dan usaha dalam negeri yang sekarang sedang pesat pertumbuhannya di Indonesia baik itu dukungan dari segi regulasi, sampai kepada pemberian modal usaha. 

Pemerintah harus melindungi para pengusaha dalam negeri terkait dengan perdagangan bebas yang dilakukan (ACFTA sejak 2010 lalu dan AFTA rencana tahun 2015), karena sejauh ini hasilnya masih belum menggembirakan bagi Indonesia untuk ACFTA, defisit neraca perdagangan Indonesia semakin besar terhadap China yang menyebabkan kecemasan bagi perekonomian Indonesia. Sepertinya Indonesia harus lebih banyak bebenah berkaitan dengan bisnis di Indonesia, yang secara langsung berkorelasi dengan jumlah pengusaha di Indonesia yang saat ini berjumlah 1% dari jumlah total penduduk.   

Kamis, 13 Juni 2013

Loh Gimana?


“BUMN menjadi sapi perah DPR” adalah suatu ungkapan yang sangat kasar rasanya untuk pencitraan lembaga kenegaraan sekelas DPR yang notabenenya adalah wakil penyalur aspirasi rakyat yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukannya “tukang palak” uang Negara. Berawal dari sms Dahlan Iskan kepada Presiden SBY yang juga disampaikan kepada Sekertaris Kabinet Dipo Alam, yang berisi laporan bahwa ada oknum-oknum anggota DPR yang “meminta jatah” kepada lembaga BUMN. Sms ini bocor dan menjadi isu liar yang berkembang di masyarakat bahwa DPR selama ini menjadikan DPR sebagai “sapi perah”. Isu yang berkembang di masyarakat ini tentunya sangat membuat para anggota DPR merasa tidak nyaman. “Jika nyatanya fitnah, kami akan membuat surat kepada Presiden bahwa Dahlan menuduh tanpa bukti dan fakta”, begitu kata ketua DPR, Marzuki Alie.

   

Memang benar, kita harus melawan segala bentuk tindak korupsi, namun mungkin cara yang dilakukan oleh Dahlan Iskan terlalu ekstrim, tidak pakai lapor KPK, atau pihak kepolisian, tapi langsung ke Presiden dan Sekab, atau memang sengaja, supaya dilihat publik? Dahlan terlihat seperti “single fighter” yang berjuang sendirian melawan korupsi ditengah-tengah kesemrawutan lembaga-tembaga Negara. Paling tidak sampai sekarang Dahlan sudah melaporkan 6 nama anggota DPR. 5 orang dilaporkan karena melakukan “pemalakan” kepada BUMN, dan 1 orang dipujinya, entahlah, tidak tahu mengapa. Dan lucunya sampai sekarangpun Dahlan hanya melaporkan nama-nama itu kepada Badan Kehormatan DPR, bukannya ke KPK atau Polisi. Entah karena takut akan ada perselisihan perebutan penanganan kasus oleh KPK dan Polisi atau bagaimana? Karena memang sampai sekarang rana kerja kedua lembaga ini masih abu-abu, karena bias sama-sama menangani kasus. Bahkan KPK memiliki ruang tahanan juga, sungguh membingungkan. Tapi yang lebih aneh menurut saya adalah keputusan Dahlan untuk merevisi 2 nama yang sudah dia laporkan sebelumnya seperti yang dikatakan wakil ketua badan kehormatan DPR Abdul Wahab Delimonte kepada pers(22/11). Ada apa sebenarnya dibalik ini semua? Apakah Dahlan mendapat tekanan? Atau pengalihan isu tentang kasus PLN yang sedang dihadapinya? Ataukah sedang menyusun sebuah strategi menuju pemilu 2014?


Terlepas dari itu semua, jauh sebelum Dahlan Iskan “mengadu” dugaan kasus “pemalakan” yang dilakukan DPR, citra DPR di mata masyarakat juga memang sudah jelek. Mulai dari rencana DPR untuk membangun grdung baru ditengah-tengah keadaan ekonomi masyarakat yang masih labil, pembelian kursi mewah, renovasi toilet, sampai penghamburan uang negara untuk studi banding hal-hal yang kurang dianggap penting seperti merubah lambang PMI. Harusnya DPR bersikap lebih legowo menanggapi isu yang dilontarkan Dahlan, dan sebenarnya menurut saya banyak jalan yang bisa diambil Dahlan kalau memang niatnya adalah menyelesaikan kasus ini, tentunya dengan bekerjasama bersama KPK dan Polisi, diiringi dengan niat yang tulus dari semua pihak. Tapi, dari itu semua, Perslah yang memegang peranan penting sebagai lembaga pembangun opini public serta pencitraan. Kita tahu, sudah banyak, yang orientasinya bukan lagi membangun citra bangsa yang positif, tapi lebih kepada rating, beritanya sedikit, bumbunya banyak.  

Rabu, 26 Mei 2010

Bintang Jatuh

Bintang jatuh sebenarnya adalah benda langit yang jatuh ke bumi yang kita kenal sebagai komet.
Bumi kita sebenarnya sangat sering kejatuhan oleh benda-benda langit di sekitar bumi yang ukurannya pun beragam. namun tidak banyak yang dapat sampai ke permukaan bumi karena bumi kita dikaruniai sebuah "payung" yang kita kenal sebagai Atmosfer. Atmosfer melindungi bumi kita dari hantaman-hantaman benda langit yang terkena gaya gravitasi bumi.

Menonton fenomena "bintang jatuh" bisa menjadi satu hal yang menyenangkan apalagi jika bersama oang-orang yang kita sayangi, pasti akan sangat berkesan.

Bintang jatuh biasanya terjadi pada malam malam tertentu serta pada malam bulan baru atau bulan sabit, yaitu  saat cahaya bulan tidak terlalu terang karena akan menghalangi pemandangan bintang jatuh. Fenomena ini merupakan siklus, jadi jika kita beruntung, kita bisa melihatnya dengan mempersiapkannya terlebih dahulu.

Berikut beberapa tanggal yang disarankan  untuk melihat fenomena bintang jatuh berikut dengan namanya:

3   Januari

Quadriantid
6   Mei

EtaAquarid
12  Agustus

Perseid
21  Oktober

Orionid
16  November

Leonid
13  Desember

Geminid

Untuk melihat hujan meteor diperlukan kesabaran, keuletan, serta ketelatenan. Karena hujan meteor biasanya nampak pada lewat tengah malam, sekitar pkl. 24.00 keatas serta memerlukan jarak pandang yang luas & tidak terlalu banyak cahaya. Selamat Mencoba !!! .
:)

Nasionaliskah Kita ??

Menghadapi Ere Globalisasi, masyarakat Indonesia seakan disuguhkan dengan sajian-sajian mulai dari teknologi, sampai gaya hidup serta budaya yang cenderung selalu kita adopsi dari luar negri. Mainset kita, kalau boleh jujur seperti sudah dihipnotis sedemikian rupa bengan budaya-budaya luar. Contoh yang paling gampang saja, kita lebih cenderung percaya bahwa produksi barang yang dari luar negeri itu adalah sudah psti baik. Misal: pabrikan-pabrikan produk elektronik sampai kendaraan bermotor di Indonesia didominasi kalangan asing, padahal bukan berarti kita tidak mampu membuat hal yang demikian, tetapi salahsatu faktornya adalah pencitraan yang sudah sedemikian kuat tertanam di otak kita bahwa barang-barang tersebutlah yang paling baik.

Tampaknya kita perlu berkaca diri kepada salah satu negara paling maju di Asia yang walaupun dilihat pada berbagai bidang mulai dari ekonomi sampai teknologi adalah salahsatu negara termaju, tetapi Jepang sekali kali tidak pernah meninggalkan kebudayaan asli negaranya. Rupanya sejarah mencatat Jepang pernah melakukan dobrakan yang sangat besar pada negaranya, mungkin ini adalah salahsatu faktor yang turut berperan besar dalam eksistensi Jepang di mata dunia tanpa melupakan jati diri suatu bangsa itu sendiri. Pada tahun 1638, Jepang menutup diri dari mata dunia, pada saat itu pemerintahan Jepang masih dipimpin oleh seorang Shogun yaitu Shogun Tokugawa. Beliau menerapkan politik isolasi di Jepang selama kurang lebih 2 abad. Selama 2 abad itu Jepang benar-benar menjadi negara yang terisolir, sama sekali tidak melakukan kontak dengan dunia luar. Baru pada tahun 1853, Jepang perlahan-lahan mulai membuka diri dengan dunia luar. Itupun juga karena desakan AS yang pada waktu itu melakukan intervensi dipimpin oleh Komodor Perry. Kaisar Mutsuhito, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kaisar Meiji melakukan Restorasi besar-besaran di negeri matahari terbit tersebut.

Hal-Hal penting yang dilakukannya adalah: -Membentuk Parlemen. -Membangun Angkatan perang. -Setiap Warga Negara diberikan Hak & Kewajiban yang sama. -Melakukan peraturan Wajib Belajar. -Mempelajari serta mengembangkan IPTEK dunia barat. -Membentuk Tentara Nasional.

Jepang melakukanmodernisasi selama -+50 tahun karena mereka sadar betul setelah 2 abad engsingkan diri, mereka akan termarginalkan jika tidak segera melakukan pembangunan. Pada tahun 1868 Jepang mencoba peralatan perangnya dengan mengekspansi Korea dan berhasil menguasainya. Lalu gebrakan besar pun terjadi. Jepang mulai percaya diri dengan mulai berperang dengan Russia memperebutkan Manchuria. Diluar dugaan Jepang berhasil menang dan menguasai daerah tersebut. "puasa" yang dilakukan Jepang ternyata berbuah manis. Jepang menjadi negara maju yang tetap memiliki kebudayaan serta tidak kehilangan jatidiriya sebagai suatu bangsa yang besar.

Kembali lagi ke Indonesia. Haruskah kita juga nelakukan isolasi seperti yang dilakukan oleh Jepang mengingat rasa Nasionalisme serta rasa cinta budaya Negeri sendiri kian memudar? ataukah masih ada cara lain yang bisa menghentikan dampak negatif dari Globalisasi yang kian menggerus budaya kita?