Selasa, 06 Agustus 2013

Bangga Indonesia


Memang kalau kita perhatikan baik-baik. Hampir semua barang yang kita konsumsi untuk memenuhi kebutuhan kita sehari - hari adalah bukan murni produk yang berasal dari perusahaan milik dalam negeri. Teh Sariwangi, Sabun lifebuoy, sikat dan pasta gigi pepsodent, shampoo sunsilk, yang semuanya ini adalah produk Unilever, produsen kebutuhan rumah tangga yang berasal dari kota Rotterdam, Belanda. Mau nonton TV, pakai AC, semua barang-barang elektronik adalah hasil produksi Jepang, China, Korea dan Eropa. Mau bepergian kemana-mana lagi-lagi juga naik kendaraan buatan Jepang, China, Korea dan Eropa. Baju yang kita pakai seakan-akan menjadi lebih memiliki prestise bila itu adalah buatan luar negeri, begitu juga dengan celana, tas, sepatu, serta barang-barang sandang lainnya.

Kita serasa dibuat lupa oleh apa yang sedang terjadi, bahwa hampir semua barang yang ada di sekitar kita adalah produksi perusahaan luar negeri, dan lebih parahnya lagi, kita selaku konsumen seringkali merasa bangga dan merasa lebih hebat kalau menggunakan barang-barang yang diimport dari luar negeri. Kepercayaan kita selaku konsumen juga semakin menurun dengan kualitas barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan dalam negeri, karena mainset kita sebagai konsumen telah digiring melalui proses yang tidak sebentar serta terus menerus untuk menganggap bahwa barang yang berasal dari luar negeri adalah lebih baik.

Mari sebelum kita berpersepsi lebih jauh, kita lihat juga kepada sektor - sektor bisnis yang mana kita sebagai tuan rumah tidak lagi menjadi “tuan” di “rumahnya” sendiri. Di bidang pertambangan, pengelolaan hulu minyak bumi dan gas (MIGAS) 75% proyek yang tiap tahunnya menghabiskan dana anggaran sebesar Rp. 200 triliyun dikerjakan oleh pihak asing, sedangkan di sektor kontruksi pembangunan infrastruktur di Indonesia, 60%nya dikuasai oleh asing yang didominasi oleh jasa kotraktor dari Jepang, Korea dan China sebanyak 187 kontraktor dari 225 kontraktor asing. Jangankan kita berbicara masalah pertambangan atau kontruksi, bahkan air yang kita minum sehari-hari saja berasal dari perusahaan luar negeri (Aqua, yang walaupun airnya diambil dari mata air pegunungan di Indonesia, namun 74% sahamnya dimiliki oleh Danone, perusahaan asal Prancis) Jadi, apa artinya? Artinya Sumberdaya alam kita yang katanya melimpah itu sebenarnya sedang dikeruk oleh pihak asing, dan kita hanya dijadikan sebagai sasaran empuk pasar bagi semua produk yang disebutkan dari awal tadi.

 Kunci dari semuanya itu adalah rasa memiliki, niat serta tekad yang bulat, dan rasa tanggungjawab terhadap perkembangan dan masa depan bisnis dan perekonomian Indonesia. Pemerintah tentunya juga mengambil andil yang besar dalam mendukung segala bentuk kegiatan bisnis dan usaha dalam negeri yang sekarang sedang pesat pertumbuhannya di Indonesia baik itu dukungan dari segi regulasi, sampai kepada pemberian modal usaha. 

Pemerintah harus melindungi para pengusaha dalam negeri terkait dengan perdagangan bebas yang dilakukan (ACFTA sejak 2010 lalu dan AFTA rencana tahun 2015), karena sejauh ini hasilnya masih belum menggembirakan bagi Indonesia untuk ACFTA, defisit neraca perdagangan Indonesia semakin besar terhadap China yang menyebabkan kecemasan bagi perekonomian Indonesia. Sepertinya Indonesia harus lebih banyak bebenah berkaitan dengan bisnis di Indonesia, yang secara langsung berkorelasi dengan jumlah pengusaha di Indonesia yang saat ini berjumlah 1% dari jumlah total penduduk.