Selasa, 03 Maret 2015

KPK dan Polri

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah lembaga negara yang menangani kasus-kasus korupsi. Dasar hukumnya tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002. Lembaga ini bersifat independen dan tidak secara langsung dibawah pengaruh kekuasaan manapun dalam menjalankan tugasnya. Namun secara berkala KPK bertanggungjawab menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK. Sejak tahun 2002 KPK didirikan, sudah banyak kasus-kasus besar yang cukup mengguncang dunia perpolitikan di Indonesia, mulai dari kasus Bank Century yang melibatkan kepolisian hingga kasus Hambalang yang melibatkan partai politik. Sampai pernah beredar pula istlah “Cicak vs Buaya” yang dilontarkan oleh pernyataan Susno yang berbunyi “Ibaratnya di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya”. Ketika itu sedang nyaring terdengar isu meng-kriminalisasi KPK,sampai pada akhirnya Susno Duaji dijebloskan ke penjara, namun ketua KPK pada saat itu, Antasari Azhar juga dijebloskan ke penjara dengan tuduhan kasus pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen dengan dibumbui –entah dari mana isunya mulai bergulir tentang hubungan Antasari terhadap seorang caddy golf bernaa Rani Juliani. Hal ini sebenarnya hanya membuat suasana menjadi terkesan kusut dan semrawut, sehingga pesan yang diterima oleh masyarakat awam adalah bahwa Antasari orang jahat yang membunuh Nasrudin dan juga tukang main wanita. Padahal sampai sekarangpun Antasari masih membantahnya dan menggugat untuk diadakannya pra peradilan. Banyak pertanyaan yang meragukan seperti baju korban yang tidak dijadikan barang bukti penyelidikan, keaslian sms yang diterima oleh korban yang menjadi alat bukti dan masihbanyak yang lainnya.

Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Garda Rakyat Indonesia melakukan aksi di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (20/1/2015). Dalam aksinya mereka menuntut institusi KPK dan Polri bebas dari kepentingan politik. Foto: Antara.
Beberapa waktu kemarin juga muncul masalah antara pihak KPK dan kepolisian, tepatnya pada tanggal 13 Januari 2015 ketika KPK mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi saat ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan Komjen BG sejak lama sudah mendapatkan catatan merah dari KPK (dikutip dari bbc.co.uk). dimana tiga hari sebelumnya Presiden Joko Widodo memilih Budi Gunawan sebagai kandidat tunggal Kapolri menggantikan Sutarman. Entah bagaimana ceritanya setelah itu, namun yang jelas kubu KPK langsung seperti diserang habis-habisan, mulai dari isu seperti beredarnya foto-foto mesra Ketua KPK Abraham Samad dengan Putri Indonesia 2014 Elvira Devinamira, serta penngkapan wakil ketua KPK Bambang Widjojanto dengan tuduhan memerintahkan saksi sengketa pilkada Kotawaringin Barat bersumpah palsu. Ternyata gempuran terhadap KPK masih belum sampai disitu, pada tanggal 26 Januari 2015 Wakil Ketua KPK Zulkarnaen dilaporkan ke Mabes Polri dengan tuduhan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM). Presiden sampai turun tangan dalam ketegangan KPK-Polri sehingga dibentuklah tim 9 untuk mencarikan solusi masalah KPK-Polri. Pada akhirnya tim 9 mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk mencabut pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Namun tidak lama setelah itu pada tanggal 18 Februari 2015 Mjelis Hakim PN Jakarta Selatan menyatakan bahwa penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka tidak sah, dan tidak mengikat secara hukum.

Presiden Indonesia Joko Widodo. Tempo/Aditia Noviansyah

Sekarang keputusan ada di tangan Presiden, apakah akan tetap melantik Budi Gunawan atau mencari kandidat lain sebagai gantinya. Yang jelas, dapat kita lihat sekarang bahwa menegakkan keadilan di negeri yang sudah lama terbiasa dengan budaya yang tidak baik, itu bukanlah suatu hal yang mudah, entah siapa yang benar atau siapa yang salah tidak dapat dengan mudah langsung kita ambil sikap, karena semuanya dipenuhi oleh nuansa politis dan konflik kepentingan, bisa jadi yang selama ini kita anggap benar ternyata tidak sepenuhnya benar, dan jangan sampai terjadi, lembaga yang kita percayai selama ini sebagai pahlawan, ternyata berkhianat, atau ada upaya menjatuhkan citranya dimata masyarakat, sehingga pada akhirnya tidak ada lagi yang dapat benar-benar dipercaya, masyarakat menjadi apatis terhadap apapun yang terjadi, entah baik atau buruk.