Tanggal duapuluh Mei, hari dimana organisasi
Budi Utomo yang digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo lahir. Ditengah-tengah
zaman penjajahan Belanda pada saat itu, para sekumpulan dokter yang notabenenya
adalah masyarakat terdidik merasa perlu untuk membuat suatu dobrakan yang
mengubahkan bangsa. Untuk pertama kalinya terbentuklah suatu organisasi yang
bercita rasa nasionalisme dan memiliki tujuan untuk kemerdekaan Indonesia.
Sekitar duapuluh tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928,
tecetuslah ikrar sumpah pemuda yang begitu membakar semangat serta rasa
persatuan sebagai suatu bangsa seutuhnya, bangsa Indonesia. Suatu lompatan
besar yang dilakukan Dr. Sutomo dan kawan-kawan pada tahun 1908 telah
menginspirasi rakyat indonesia, dan membukakan mata yang pada saat sudah
terlalu dalam dininabobokan oleh penjajah Belanda. Hampir hilang kreativitas,
inisiatif serta rasa kemandirian sebagai suatu bangsa yang sejati, karena sudah
tiga abad lamanya suatu bangsa besar hidup dibawah bayang-bayang kolonialisme
dan imperialisme yang mengakibatkan terbentuknya mental budak, pesuruh dan
pekerja robot. Suatu lompatan besar yang
dilakukan Budi Utomo seperti menampar kalangan intelektual lainnya di Indonesia
pada saat itu, mengingatkan bahwa sebenarnya merekapun juga memiliki beban
tanggungjawab sama yang harus dipikul dengan orang-orang yang berperang
mengangkat senjata dan bergerilya di hutan-hutan. Bahwa selama ini perjuangan
hanya dilakukan melalui jalan kekerasan, perang konvensional, saling bunuh dan
menghancurkan tidak pernah melalui jalur diplomasi yang rapi dan tersusun
secara sistematis. Baru setelah kemunculan Budi Utomo lahirlah
organisasi-organisasi yang bergerak di bidang politik serta bercita rasa
nasionalis seperti indische partij, muhammadiyah, sarekat dagang islam dan sebagainya.
Kemerdekaan yang Indonesia dapatkan pada 17 Agustus 1945 pun dideklarasikan
dengan elegan oleh dwi tunggal Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta dengan pidato
politis yang mengklaim kemerdekaan Indonesia secara defacto dan menunjukkan bahwa Indonesia sebagai
suatu bangsa yang intelek serta berpendidikan, semuanya dimulai dari 20 Mei
1908, hari dimana untuk pertama kalinya perjuangan secara diplomatis dimulai. Maka
tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. Suatu pergerakan
yang digagas oleh kaum intelektualis yang sadar akan tanggungjawab seiring
dengan kapabilitas yang dimilikinya.
Nasionalisme merupakan suatu –isme (paham) yang mengajarkan untuk
mencintai bangsa dan negara sendiri. Mencintai disini artinya berani dan mau
berkorban demi kepentingan bangsa, atau lebih ekstrim lagi dapat dikatakan
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi. Di era
globalisasi dan arus modernisasi yang semakin kuat seperti sekarang ini
sepertinya kata nasionalisme hampir hilang dari kamus anak muda masa kini.
Semua bidang seperti sudah dikuasai oleh hal-hal yang berasal dari luar negeri.
Pandangan kita seperti didoktrin agar selalu menganggap bahwa semua hal yang
berasal dari luar negeri itu selalu lebih superior. Buktinya coba kita tengok
sekarang apa yang sedang anda pakai, musik apa yang anda dengar, film apa yang
anda tonton, makanan apa yang anda makan, gadget apa yang anda gunakan, barang-barang
elektronik yang anda miliki, tujuan destinasi wisata anda ketika memiliki uang
yang berlebih, tempat anda ingin bekerja dengan gelar S3 yang mungkin nanti
anda peroleh? Tidak salah memang, namun rasanya nasionalisme hanyalah menjadi
sebatas kata, dengan semua relita yang kita jalani, tidak lebih. Mudah untuk
diucapkan tetapi sangat sukar dilakukan dalam prakteknya. Memang bukanlah suatu
tindakan kriminal jika anda sebagai orang Indonesia tidak memiliki rasa
nasionalisme, atau anda lebih suka dengan budaya-budaya barat, timur tengah, asia
timur atau apapun itu yang menurut pendapat anda jauh lebih menarik untuk
dijadikan gaya hidup dengan catatan selama anda tidak melakukan suatu hal yang
merugikan bangsa, namun apakah anda tidak memiliki kerinduan untuk berbuat
sesuatu terhadap ibu pertiwi yang telah merawat anda selama ini? Bukankah sama
saja ketika anda tidak memiliki rasa nasionalisme dan lebih menghargai segala
sesutu yang dari luar itu artinya anda telah mengkhianati negara anda? Apalagi
kalau sampai anda tidak berbuat apa-apa mengenai hal ini, bukankah anda sama
saja dengan seorang anak yang durhaka terhadap kedua orang tuanya?
Apalagi sebagai seorang mahasiswa, kaum intelek yang dibebani dengan
pengetahuan serta kapabilitas diatas masyarakat rata-rata pada umumnya, maka
sudah barang tentu memiliki solusi atas permasalahan ini. Sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Namun apa sebenarnya yang dapat kita lakukan berkaitan
dengan masalah nasionalisme? Bagaimana
kalau kita mulai memahaminya dengan seperti ini. Jika kita setia pada perkara-perkara
kecil, maka kita pun akan setia juga pada perkara-perkara yang besar. Maka
mulailah dari hal-hal kecil terlebih dahulu. Sebelum kita berdemo dan turun ke
jalan, apakah kita telah berkaca dulu sebelumnya? Bagaimana perkuliahan kita?
IPK kita? Apakah kita masih mencontek? Menitip absen ketika tidak mengikuti
perkuliahan? Sudah berap lama kita berkuliah? Bagaimana pola hidup kita? Apakah
kita seorang perokok? Pemabuk? Pecandu pornografi? Atau seseorang dengan pola
hidup yang tidak teratur? Hedonis? Boros? Bagaimana dengan penampilan kita?
Pakaian yang kita pakai? Mode yang kita ikuti dengan uang orangtua kita atau
dari beasiswa yang kita perjuangkan, padahal kita sebenarnya tidak terlalu
membutuhkannya, sementara bayak orang diluar sana yang lebih membutuhkan dan
kita hanya menyimpan informasinya untuk diri kita sendiri? Tidak mau berbagi
dan bersikap egosentris? Bagaimana kita mau berbicara mengenai nasionalisme
ketika kita masih menganggap bahwa diri kita adalah pusat dari segala sesuatu?!
Apalagi kalau kita sudah menganggap semua hal itu adalah hal yang biasa saja
dan terlena seperti yang terjadi pada bangsa kita sendiri ketika dijajah oleh
kaum kolonialis. Seperti dulu ketika di Jalan Braga Bandung konon katanya ada
tertulis plang Verboden voor honden en Inlander yang artinya terlarang bagi anjing dan
pribumi. Itu berlangsung lama tanpa ada perlawanan yang berarti, semuanya biasa
saja.
Apakah kita sedang terlena sekarang? Dan digiring menjadi suatu bangsa
dengan gaya hidup konsumerisme? Atau obyek bagi bangsa-bangsa lain untuk
menularkan ideologinya yang akhirnya memecah belah bangsa lalu memunculkan
gerakan-gerakan radikal tanpa dasar yang jelas akhirnya menghancurkan Indonesia
dari dalam seperti yang dilakukan penjajah pada jaman dulu, cara lama namun
terbukti masih ampuh: devide et impera. Merobek tubuh dari dalam. Maka kesadaran
dari diri sendirilah yang harus kita bangun, sebelum berbicara mengenai
kebangkitan bangsa mulailah dulu dari kebangkitan pribadi, berubah menurut
pembaharuan budi. Semakin terdidik kita, maka semakin bijak pula kita dalam
menangani setiap permasalahan yang ada, bukannya semakin semena-mena. Pada
akhirnya mulailah semua dari diri sendiri, dari hal-hal yang paling kita anggap
sepele, tidak usah kebanyakan excuse. Hidup mahasiswa, jayalah Indonesia!!