KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) adalah lembaga negara yang menangani kasus-kasus korupsi. Dasar
hukumnya tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002.
Lembaga ini bersifat independen dan tidak secara langsung dibawah pengaruh
kekuasaan manapun dalam menjalankan tugasnya. Namun secara berkala KPK
bertanggungjawab menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada
presiden, DPR, dan BPK. Sejak tahun 2002 KPK didirikan, sudah banyak
kasus-kasus besar yang cukup mengguncang dunia perpolitikan di Indonesia, mulai
dari kasus Bank Century yang melibatkan kepolisian hingga kasus Hambalang yang
melibatkan partai politik. Sampai pernah beredar pula istlah “Cicak vs Buaya” yang
dilontarkan oleh pernyataan Susno yang berbunyi “Ibaratnya di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya”.
Ketika itu sedang nyaring terdengar isu meng-kriminalisasi KPK,sampai pada akhirnya Susno Duaji dijebloskan ke
penjara, namun ketua KPK pada saat itu, Antasari Azhar juga dijebloskan ke
penjara dengan tuduhan kasus pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen dengan
dibumbui –entah dari mana isunya mulai bergulir tentang hubungan Antasari
terhadap seorang caddy golf bernaa
Rani Juliani. Hal ini sebenarnya hanya membuat suasana menjadi terkesan kusut
dan semrawut, sehingga pesan yang diterima oleh masyarakat awam adalah bahwa
Antasari orang jahat yang membunuh Nasrudin dan juga tukang main wanita.
Padahal sampai sekarangpun Antasari masih membantahnya dan menggugat untuk diadakannya pra peradilan. Banyak pertanyaan yang meragukan seperti baju korban yang
tidak dijadikan barang bukti penyelidikan, keaslian sms yang diterima oleh korban yang menjadi alat bukti dan masihbanyak yang lainnya.
Beberapa waktu kemarin
juga muncul masalah antara pihak KPK dan kepolisian, tepatnya pada tanggal 13
Januari 2015 ketika KPK mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi saat
ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri
periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Ketua KPK Abraham Samad
mengatakan Komjen BG sejak lama sudah mendapatkan catatan merah dari KPK (dikutip
dari bbc.co.uk). dimana tiga hari sebelumnya Presiden Joko Widodo
memilih Budi Gunawan sebagai kandidat tunggal Kapolri menggantikan Sutarman. Entah
bagaimana ceritanya setelah itu, namun yang jelas kubu KPK langsung seperti
diserang habis-habisan, mulai dari isu seperti beredarnya
foto-foto mesra Ketua KPK Abraham Samad dengan Putri Indonesia 2014 Elvira
Devinamira, serta penngkapan wakil ketua KPK Bambang Widjojanto dengan tuduhan
memerintahkan saksi sengketa pilkada Kotawaringin Barat bersumpah palsu.
Ternyata gempuran terhadap KPK masih belum sampai disitu, pada tanggal 26
Januari 2015 Wakil Ketua KPK Zulkarnaen dilaporkan ke Mabes Polri dengan
tuduhan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM).
Presiden sampai turun tangan dalam ketegangan KPK-Polri sehingga dibentuklah
tim 9 untuk mencarikan solusi masalah KPK-Polri. Pada akhirnya tim 9
mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk mencabut pencalonan Komjen Budi
Gunawan sebagai Kapolri. Namun tidak lama setelah itu pada tanggal 18 Februari
2015 Mjelis Hakim PN Jakarta Selatan menyatakan bahwa penetapan Budi Gunawan
sebagai tersangka tidak sah, dan tidak mengikat secara hukum.
Sekarang keputusan ada di
tangan Presiden, apakah akan tetap melantik Budi Gunawan atau mencari kandidat
lain sebagai gantinya. Yang jelas, dapat kita lihat sekarang bahwa menegakkan
keadilan di negeri yang sudah lama terbiasa dengan budaya yang tidak baik, itu
bukanlah suatu hal yang mudah, entah siapa yang benar atau siapa yang salah
tidak dapat dengan mudah langsung kita ambil sikap, karena semuanya dipenuhi
oleh nuansa politis dan konflik kepentingan, bisa jadi yang selama ini kita
anggap benar ternyata tidak sepenuhnya benar, dan jangan sampai terjadi,
lembaga yang kita percayai selama ini sebagai pahlawan, ternyata berkhianat,
atau ada upaya menjatuhkan citranya dimata masyarakat, sehingga pada akhirnya
tidak ada lagi yang dapat benar-benar dipercaya, masyarakat menjadi apatis
terhadap apapun yang terjadi, entah baik atau buruk.