Kontroversi Tugas,
Kepentingan dan Kebenaran
Awal bulan November ini kita kembali dikejutkan oleh
munculnya isu penyadapan yang katanya dilakukan oleh Amerika dan Australia
kepada Indonesia. Untuk mengetahui akar permasalahannya secara jelas agar tidak
menimbulkan kerancuan dan kebingungan dalam berpendapat, mari kita lihat asal
muasal dari kasus ini.
Berita ini sebenarnya dimulai dari bocornya dokumen National
Security Agency (NSA) ke salah satu majalah di Jerman Der Spiegel,
yang isinya bahwa amerika menyadap sejumlah negara-negara di Uni Eropa seperti
Jerman, sampai ke negara-negara di Asia termasuk Indonesia didalamnya. Dokumen
dengan nama sandi “stateroom” ini
dibocorkan oleh Edward Snowden, mantan
anggota badan intelejen Amerika (CIA), juga mantan kontraktor yang pernah
bekerjasama dengan badan intelejen lainnya, NSA. Dalam dokumen disebutkan
penyadapan Amerika di Jakarta menggunakan fasilitas kedutaan besar Australia.
Kasus penyadapan ini tentunya sangat mencoreng kedua negara
yang bersangkutan, baik yang menyadap maupun yang disadap. Untuk Amerika
sendiri, yang katanya adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi ternyata dengan rendahnya mengobok-obok kedaulatan bangsa
lain, menyadap pembicaraan dan sebagainya, tentunya sangat tidak mencerminkan
sebagai suatu negara yang berwibawa, tidak beretika dan tidak menghargai
kedaulatan atau demokrasi itu sendiri. Sedangkan bagi negara-negara yang
disadap terlihat begitu lemahnya pengamanan arus komunikasi itu berjalan, serta
ketidakmampuan negara untuk melindungi masyarakatnya, bahkan dalam hal ini
melindungi kedaulatan negaranya sendiri.
Edward Snowden, yang adalah warga negara Amerika, yang di
negaranya sendiri saja oleh pemerintahnya dianggap sebagai penghianat, sehingga
patut untuk diberi hukuman, namun tidak sedikit juga warga negara Amerika yang
memberikan dukungan kepada Snowden atas keberaniannya mengungkap konspirasi
yang dilakukan negaranya, dalam hal ini berkaitan dengan penyadapan yang dilakukan
oleh Amerika kepada beberapa negara. Namun satu hal yang dapat kita ambil
pelajaran dari Snowden, bahwa ketika Ia harus memilih antara kepentingan
negaranya atau kebenaran, maka ia memilih untuk membuka kebenaran itu, sehingga
tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai pahlawan. Setiap negara tidak
dapat dipungkiri pasti memiliki rahasia-rahasianya tersendiri,
kesalahan-kesalahan, ibaratnya adalah sisi hitam suatu negara yang mutlak tidak
boleh sampai bocor kepada ruang publik, dan
mau tidak mau harus ada orang-orang yang bekerja untuk melakukan
“pekerjaan-pekerjaan kotor” tersebut. Tidak ada satu negara di dunia ini yang
tidak memiliki lembaga intelejen, semua negara pasti memilikinya, dan lembaga
inilah yang bertanggungjawab untuk menjaga hal-hal yang penting, bersifat
rahasia, tidak boleh diketahui oleh ruang publik dan adalah harga mati untuk
melindungi kedaulatan negara dengan cara apapun!
Profesionalisme, sikap mental
serta idealisme yang harus dipegang ketika mengemban tugas tersebut bisa saja suatu
ketika menjadi bersinggungan, bahkan bertentangan, seperti apa yang dialami
oleh Snowden, misalnya. Ia dituntut
untuk memilih, dan ia memilih untuk mengkhianati negaranya.
Kalau di negaranya Amerika, Snowden dianggap sebagai
pengkhianat, maka lain lagi di Indonesia, bahkan ada komentar-komentar dari
pejabat pemerintah yang mengatakan akan memberikan karpet merah jika Snowden
mau datang ke Indonesia untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan
jelas dan gamblang.
Berkaitan dengan penyadapan Amerika dan Australia, pemerintah Indonesia harus mengambil sikap yang tegas. Kalau mereka menyadap, artinya tidak ada lagi rasa saling percaya antara kedua belah pihak, dan kesimpulannya adalah tidak ada gunanya itu ada Duta besar yang seharusnya menjadi penyambung lidah antara keduabelah pihak malahan melakukan spionase.
Berkaitan dengan penyadapan Amerika dan Australia, pemerintah Indonesia harus mengambil sikap yang tegas. Kalau mereka menyadap, artinya tidak ada lagi rasa saling percaya antara kedua belah pihak, dan kesimpulannya adalah tidak ada gunanya itu ada Duta besar yang seharusnya menjadi penyambung lidah antara keduabelah pihak malahan melakukan spionase.
Kalau dilihat dari sudut pandang politik praktis dan peraturan undang-undang
yang berlaku, pengusiran duta besar bisa saja dilakukan tanpa harus melakukan
pemutusan hubungan diplomatik antara keduabelah pihak. Jadi sah-sah saja kalau
hal ini dilakukan, sampai adanya pernyataan, klarifikasi serta sikap dari pihak
yang melakukan tindak kriminal penyadapan tersebut.