Memang
kalau kita perhatikan baik-baik. Hampir semua barang yang kita konsumsi untuk memenuhi
kebutuhan kita sehari - hari adalah bukan murni produk yang berasal dari
perusahaan milik dalam negeri. Teh Sariwangi, Sabun lifebuoy, sikat dan pasta gigi
pepsodent, shampoo sunsilk, yang semuanya ini adalah produk Unilever, produsen
kebutuhan rumah tangga yang berasal dari kota Rotterdam, Belanda. Mau nonton TV,
pakai AC, semua barang-barang elektronik adalah hasil produksi Jepang, China,
Korea dan Eropa. Mau bepergian kemana-mana lagi-lagi juga naik kendaraan buatan
Jepang, China, Korea dan Eropa. Baju yang kita pakai seakan-akan menjadi lebih
memiliki prestise bila itu adalah buatan luar negeri, begitu juga dengan
celana, tas, sepatu, serta barang-barang sandang lainnya.
Kita
serasa dibuat lupa oleh apa yang sedang terjadi, bahwa hampir semua barang yang
ada di sekitar kita adalah produksi perusahaan luar negeri, dan lebih parahnya
lagi, kita selaku konsumen seringkali merasa bangga dan merasa lebih hebat
kalau menggunakan barang-barang yang diimport dari luar negeri. Kepercayaan
kita selaku konsumen juga semakin menurun dengan kualitas barang-barang yang
diproduksi oleh perusahaan dalam negeri, karena mainset kita sebagai konsumen telah digiring melalui proses yang
tidak sebentar serta terus menerus untuk menganggap bahwa barang yang berasal
dari luar negeri adalah lebih baik.
Mari
sebelum kita berpersepsi lebih jauh, kita lihat juga kepada sektor - sektor
bisnis yang mana kita sebagai tuan rumah tidak lagi menjadi “tuan” di
“rumahnya” sendiri. Di bidang pertambangan, pengelolaan hulu minyak bumi dan
gas (MIGAS) 75% proyek yang tiap tahunnya menghabiskan dana anggaran sebesar
Rp. 200 triliyun dikerjakan oleh pihak asing, sedangkan di sektor kontruksi pembangunan
infrastruktur di Indonesia, 60%nya dikuasai oleh asing yang didominasi oleh jasa
kotraktor dari Jepang, Korea dan China sebanyak 187 kontraktor dari 225
kontraktor asing. Jangankan kita berbicara masalah pertambangan atau kontruksi,
bahkan air yang kita minum sehari-hari saja berasal dari perusahaan luar negeri
(Aqua, yang walaupun airnya diambil dari mata air pegunungan di Indonesia,
namun 74% sahamnya dimiliki oleh Danone, perusahaan asal Prancis) Jadi, apa
artinya? Artinya Sumberdaya alam kita yang katanya melimpah itu sebenarnya sedang
dikeruk oleh pihak asing, dan kita hanya dijadikan sebagai sasaran empuk pasar
bagi semua produk yang disebutkan dari awal tadi.
Kunci dari semuanya itu adalah rasa memiliki, niat serta tekad yang bulat, dan
rasa tanggungjawab terhadap perkembangan dan masa depan bisnis dan perekonomian
Indonesia. Pemerintah tentunya juga mengambil andil yang besar dalam mendukung
segala bentuk kegiatan bisnis dan usaha dalam negeri yang sekarang sedang pesat
pertumbuhannya di Indonesia baik itu dukungan dari segi regulasi, sampai kepada
pemberian modal usaha.
Pemerintah harus melindungi para pengusaha dalam negeri
terkait dengan perdagangan bebas yang dilakukan (ACFTA sejak 2010 lalu dan AFTA
rencana tahun 2015), karena sejauh ini hasilnya masih belum menggembirakan bagi
Indonesia untuk ACFTA, defisit neraca perdagangan Indonesia semakin besar terhadap China
yang menyebabkan kecemasan bagi perekonomian Indonesia. Sepertinya Indonesia
harus lebih banyak bebenah berkaitan dengan bisnis di Indonesia, yang secara
langsung berkorelasi dengan jumlah pengusaha di Indonesia yang saat ini
berjumlah 1% dari jumlah total penduduk.